A. Pengertian dan Karakteristik Bahasa Ragam
Ilmiah
Bahasa
Indonesia ragam ilmiah merupakan salah satu ragam bahasa Indonesia yang
digunakan dalam pertemuan dan penulisan karya ilmiah. Sebagai bahasa yang
digunakan untuk memaparkan fakta, konsep, prinsip, teori, atau gabungan dari
keempatnya, bahasa Indonesia diharapkan dapat menjadi media yang efektif untuk
komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun secara lisan. Selanjutnya,
bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki karakteristik cendikia, lugas dan jelas,
menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari gagasan, formal dan objektif,
ringkas dan padat, dan konsisten.
1. Cendekia
Bahasa Indonesia ragam ilmiah bersifat Cendekia. Artinya, bahasa ilmiah itu mampu digunakan
secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir logis. Bahasa yang cendekia mampu
membentuk pernyataan yang tepat dan seksama sehingga gagasan yang disampaikan
penulis dapat diterima secara tepat oleh pembaca. Kalimat-kalimat yang
digunakan mencerminkan ketelitian yang objektif sehingga suku-suku kalimatnya
mirip dengan proposisi logika. Karena itu, apabila sebuah kalimat digunakan
untuk mengungkapkan dua buah gagasan yang memiliki hubungan kausalitas, dua
gagasan beserta hubungannya itu harus tampak secara jelas dalam kalimat yang
mewadahinya.
Perhatikan contoh kalimat cendekia di bawah ini!
(1) Kemajuan informasi pada era globalisasi
ini dikhawatirkan akan terjadi pergeseran nilai-nilai moral bangsa Indonesia
terutama pengaruh budaya barat yang masuk ke negara Indonesia yang dimungkinkan
tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya
dan moral bangsa Indonesia.
(2) Pada era globalisasi informasi ini
dikhawatirkan akan terjadi pergeseran nilai-nilai moral bangsa Indonesia
terutama karena pengaruh budaya barat yang masuk ke Indonesia.
Contoh
kalimat (2) di atas secara jelas mampu menunjukkan hubungan kausalitas, tetapi
hal itu tidak terungkap secara jelas pada contoh (1). Kecendekiaan bahasa juga
tampak pada ketepatan dan keseksamaan penggunaan kata. Karena itu, bentukan kata yang dipilih harus
disesuaikan dengan muatan isi pesan yang
akan disampaikan.
(3) (4)
pemaparan paparan
pembuatan buatan
pembahasan bahasan
pemerian perian
Kata-kata pada contoh (3)
menggambarkan suatu proses, sedangkan contoh (4) menggambarkan suatu hasil.
Dalam pemakaian bahasa ilmiah, penggunaan kedua jenis bentukan kata tersebut
perlu dilakukan secara cermat. Kalau paparan itu mengacu pada proses, kata-kata
yang cocok adalah kata-kata pada contoh (3), tetapi kalau paparan itu mengacu
pada hasil, kata·kata yang cocok adalah kata-kata pada contoh (4).
(5) Karena sulit, maka pengambilan data
dilakukan secara tidak langsung. Menurut para ahli psikologi bahwa korteks
adalah pusat otak yang paling rumit.
(6) Karena sulit, pengambilan data dilakukan
secara tidak langsung. Menurut para ahli psikologi korteks adalah pusat otak
yang paling rumit.
Kecendekiaan
juga berhubungan dengan kecermatan memilih kata. Suatu kata dipilih secara
cermat apabila kata itu tidak mubazir, tidak rancu, dan bersifat idiomatis.
Pilihan kata maka dan bahwa pada contoh (5) termasuk mubazir. Oleh sebab itu,
kata tersebut perlu dihilangkan sebagaimana contoh(6).
(7) Meskipun sudah diuraikan, namun
paparannya belum jelas .
Meskipun sudah diuraikan, papararnya
belum jelas .
Paparannya sudah diuraikan, namun
belum jelas.
(8) Mulai sejak penentuan masalah
penelitian itu tidak jelas arahnya.
Mulai penentuan masalah, penelitian itu tidak jelas arahnya.
Sejak penentuan masalah, penelitian itu tidak jelas arahnya.
Kerancuan
pilihan kata dalam artikel ilmiah
perlu dihindari. Kerancuan pilihan kata pada umumnya terjadi karena dua struktur kalimat yang digabung
menjadi satu. Untuk membetulkannya
perlu dikembalikan pada struktur asal.
Pilihan kata meskipun dan namun serta
mulai dan sejak pada contoh (7) rancu. Untuk itu, perlu dikembalikan
pada struktur asal sebagaimana contoh (8).
(9) Peneliti
terdiri orang-orang yang mewakili lembaga.
Hubungan rumusan masalah dengan simpulan
tidak cocok.
(10) Peneliti
terdiri atas orang·orang yang mewakili lembaga.
Hubungan rumusan masalah dan simpulan
tidak cocok.
Kata-kata
yang barsifat idiomatis perlu dipilih secara cermat. Pilihan kata idiomatis
yang tidak cermat tampak pada contoh (9) terdiri dan dengan. Pilihan kata yang
cermat tampak pada contoh (10).
2. Lugas dan Jelas
Sifat
lugas dan jelas dimaknai bahwa bahasa Indonesia mampu menyampaikan gagasan
ilmiah secara jelas dan tepat. Untuk itu, setiap gagasan diungkapkan secara
langsung sehingga makna yang ditimbulkan adalah makna lugas. Pemaparan bahasa
Indonesia yang lugas akan menghindari kesalahpahaman dan kesalahan menafsirkan
isi kalimat. Penulisan yang bernada sastra pun perlu dihindari. Gagasan akan
mudah dipahami apabila dituangkan dalam bahasa yang jelas dan hubungan antara
gagasan yang satu dengan yang lain juga jelas. Kalimat yang tidak jelas umumnya
akan muncul pada kalimat yang sangat panjang.
Perhatikan contoh kalimat lugas di bawah ini!
(1) Para pendidik yang kadangkala atau bahkan sering kena
getahnya oleh ulah sebagian, anak-anak
mempunyai tugas yang tidak bisa dikatakan
ringan.
(2) Para pendidik yang kadang-kadang atau bahkan sering terkena
akibat ulah sebagian anak-anak mempunyai
tugas yang berat.
Kalimat
(1) bermakna tidak lugas. Hal itu tampak
pada pilihan kata kena getahnya dan tidak bisa dikatakan ringan.Kedua ungkapan
itu tidak mampu mengungkapkan gagasan secara lugas.Kedua ungkapan itu dapat
diganti terkena akibat dan berat yang memiliki makna langsung, separti kalimat
(2).
Perhatikan contoh kalimat jelas berikut!
(3) Penanaman
moral di sekolah sebenarnya merupakan kelanjutan dari penanaman moral di
rumah yang dilakukan melalui mata pelajaran Pendidikan Moral Paneasila yang
merupakan mata pelajaran paling strategis karena langsung menyangkut tentang
moral Paneasila, juga diintegrasikan ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran
Agama, IPS, Sejarah, PSPB, dan Kesenian.
(4) Penanaman moral di sekolah
sebenarnya merupakan kelanjutan dari
penanaman moral di rumah.
Penanaman moral di Sekolah dilaksanakan melalui mata pelajaran
Pendidikan Moral Paneasila yang merupakan mata pelajaran paling strategis
karena langsung menyangkut tentang moral Paneasila. Di samping itu, penanaman
moral Pancasila juga diintegrasikan ke dalam mata pelajararan-mata pelajaran
Agama, IPS, Sejarah, PSPB, dan Kesenian.
Contoh
(3) tidak mampu mengungkapkan gagasan secara jelas, antara lain karena kalimat
terlalu panjang. Kalimat yang panjang itu manyebabkan kaburnya hubungan
antargagasan yang disampaikan. Hal itu berbeda dengan contoh (4), kalimat-kalimatnya pendek
sehingga mampu mengungkapkan gagasan secara jelas. Ini tidak berarti bahwa
dalam menulis artikel ilmiah tidak dibenarkan membuat kalimat panjang.Kalimat
panjang boleh digunakan asalkan penulis cermat dalam menyusun kalimat sehingga
hubungan antargagasan dapat diikuti secara jelas.
Untuk
membentuk kalimat yang memiliki gagasan yang jelas diperlukan kiat khusus. Gagasan yang akan
dituangkan ditata secara sistematis. Dengan
tataan itu dapat ditentukan apakah sebuah gagasan dituangkan dalam
sebuah kalimat atau dalam sejumlah kalimat. Jika gagasan itu cukup dituangkan
dalam sebuah kalimat, tidak perlu gagasan itu dituangkan dalam sejumlah
kalimat.Sebaliknya, apabila sebuah gagasan tidak cukup diungkap dalam sebuah
kalimat, jangan dipaksa diungkap dalam sebuah kalimat. Kalimat (3) berisi
gagasan yang tidak dapat diungkap dalam sebuah kalimat. Untuk itu, kalimat (3)
perlu dipecah sebagaimana tertera pada
kalimat (4).
(5) Pendidikan teknologi perlu dimulai dan digalakkan untuk segenap lapisan
masyarakat. Sehingga masyarakat tidak buta teknologi, termasuk di dalamnya
teknologi mutakhir.
(6) Pendidikan teknologi perlu dimulai dan digalakkan untuk seganap lapisan
masyarakat sehingga masyarakat tidak buta teknologi, termasuk di dalamnya teknologi mutakhir.
Contoh
(5) berikut merupakan contoh
pengungkapan gagasan yang salah. Gagasan pada contoh (5) seharusnya diungkap
sebagaimana contoh (6).
3. Menghindari Kalimat Fragmentaris
Bahasa
Indonesia ragam ilmiah juga menghindari penggunaan kalimat fragmentaris.
Kalimat fragmentaris adalah kalimat yang belum selesai. Kalimat terjadi antara
lain karena adannya keinginan penulis menggunakan gagasan dalam beberapa
kalimat tanpa menyadari kesatuan gagasan yang diungkapkan.
Perhatikan contoh kalimat fragmentaris di bawah ini!
(1) Harap dilaksanakan sebaik-baiknya (Kalimat
Fragmentaris)
(2) Tugas tersebut harap dilaksanakan
sebaik-baiknya (Kalimat Lengkap)
4. Bertolak dari Gagasan
Bahasa
ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Bahasa Indonesia ragam ilmiah
mempunyai sifat bertolak dari gagasan. Artinya, penonjolan diadakan pada
gagasan atau hal yang diungkapkan dan tidak pada penulis. Implikasinya,
kalimat-kalimat yang digunakan didominasi oleh kalimat pasif sehingga kalimat
aktif dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari.
Perhatikan contoh kalimat bertolak dari gagasan di bawah
ini!
(1) Dari uraian tadi penulis dapat
menyimpulkan bahwa menumbuhkan dan membina anak berbakat sangat penting.
(2) Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa menumbuhkan dan membina anak berbakat sangat penting.
Contoh
kalimat (1) beroriantasi pada penulis. Hal itu tampak pada pemilihan kata
penulis (yang menjadi sentral) pada kalimat tersebut. Contoh (2) berorientasi
pada gagasan dengan menyembunyikan
kehadiran penulis. Untuk menghindari hadirnya pelaku dalam paparan, disarankan
menggunakan kalimat pasif. Orientasi pelaku yang bukan penulis yang tidak
berorientasi pada gagasan juga perlu
dihindari. Oleh sebab itu,
paparan yang melibatkan pembaca dalam kalimat perlu dihindari.
Perhatikan contoh kalimat di bawah ini!
(3) Kita tahu bahwa pendidikan di lingkungan
keluarga sangat penting dalam pananaman moral Pancasila.
(4) Perlu
diketahui bahwa pandidikan di lingkungan keluarga sangat penting dalam
pananaman moral Pancasila.
Contoh
(3) merupakan penyempurnaan dari contoh (4) yang berorientasi pada pelaku bukan
penulis. Dari Contoh-contoh di atas, bukan berarti bahwa kalimat aktif tidak
boleh digunakan dalam karangan ilmiah. Kalimat aktif yang berorientasi pada
gagasan dapat digunakan sebagaimana contoh berikut.
(5) Soedjito (1998) menyatakan bahwa yang
paling berpengaruh pada mutu proses balajar mengajar adalah sistem penilaian.
(6) Perkembangan teknologi komputer berjalan
sangat cepat.
5. Formal
Bahasa
yang digunakan dalam komunikasi ilmiah bersifat formal. Tingkat keformalan
bahasa dalam tulisan ilmiah dapat dilihat pada kosa kata, bentukan kata, dan kalimat.
Bentukan kata yang formal adalah bentukan kata yang lengkap dan utuh sesuai
dengan aturan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Kalimat formal dalam
tulisan ilmiah dicirikan oleh kelengkapan unsur wajib (subyek dan predikat),
ketepatan penggunaan kata fungsi atau kata tugas, kebernalaran isi, dan
tampilan esei formal.
Perhatikan contoh di bawah ini!
(1) Kata Formal (2) Kata Informal
Berkata Bilang
Membuat Bikin
Hanya Cuma
Memberi Kasi
Bagi
Buat
Daripada Ketimbang
6. Objektif
Bahasa
ilmiah barsifat objektif. Untuk itu, upaya yang dapat ditempuh adalah
menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak pengembangan kalimat dan menggunakan
kata dan struktur kalimat yang mampu menyampaikan gagasan secara objektif.
Terwujudnya sifat objektif tidak cukup dengan
hanya menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak. Sifat objektif juga
diwujudkan dalam panggunaan kata. Kata-kata yang menunjukkan sifat subjektif
tidak digunakan.
Perhatikan
contoh kalimat objektif berikut ini !
(1) Contoh-Contoh itu telah memberikan bukti
betapa besarnya peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian anak. Dari
paparan tersebut kiranya dapat disimpulkan sebagai berikut.
(2) Contoh-Contoh itu telah memberikan bukti
besarnya peranan oraug tua dalam pembentukan kepribadian anak.
Dari paparan
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Hadirnya
kata betapa dan kiranya pada contoh (1)
menimbulkan sifat subjektif. Berbeda dengan contoh (2) yang tidak mengandung unsur
subjektif.
(3) Abstrak artikel harus ditulis dalam
sebuah paragraf. Penelitian pasti diawali adanya masalah.
(4) Abstrak artikel ditulis dalam sebuah
paragraph. Penelitian diawali adanya masalah.
Kata-kata
yang menunjukkan sikap ekstrim dapat memberi kesan subjektif dan emosional.
Kata-kata seperti harus, wajib, tidak mungkin tidak, pasti, dan selalu perlu
dihindari. Penulisan kalimat (3) berikut perlu dihindari karena barsifat subjektif/emosional. Penulisan kalimat yang tidak subjektif tampak pada
contoh (4).
7. Ringkas dan Padat
Sifat
ringkas dan padat direalisasikan dengan tidak adanya unsur-unsur bahasa yang
mubazir. Itu berarti menuntut adanya penggunaan bahasa yang hemat. Ciri padat
merujuk pada kandungan gagasan yang diungkapkan dengan unsur-unsur bahasa.
Karena itu, jika gagasan yang terungkap sudah memadai dengan unsur bahasa yang
terbatas tanpa pemborosan, ciri kepadatan sudah terpenuhi. Keringkasan dan
kepadatan penggunaan bahasa tulis ilmiah juga ditandai dengan tidak adanya
kalimat atau paragraf yang berlebihan dalam tulisan ilmiah.
Perhatikan
contoh kalimat ringkas dan padat berikut ini !
(1) Nilai etis di atas menjadi pedoman bagi
setiap warga negara Indonesia.
(2) Nilai etis sebagaimana tersebut pada paparan
di atas menjadi pedoman dan dasar pegangan hidup dan kehidupan bagi setiap
warg/a negara Indonesia.
Contoh
(1) berikut termasuk bahasa ilmiah yang
ringkas/padat, sedangkan contoh (2) adalah bahasa yang tidak ringkas. Hadirnya
kata sebagaimana tersebut pada paparan dan kata dan dasar pegangan hidup dan
kehidupan pada kalimat (2) tidak memberi tambahan makna yang
berarti.Dengan demikian, hadirnya kata-kata tersebut mubazir.
(3) Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terungkap bahwa proyek itu telah
dilaksanakan sesuai dengan aturan yang
berlaku. Jadi, tidak ada pelaksanaan proyek yang menyalahi aturan.Artinya,
pelaksanaan proyek itu sudah benar.Isu negatif yang selama ini berkembang tidak
benar.
(4) Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terungkap bahwa proyek itu telah dilaksanakan
sesuai dengan aturan yang berlaku. Isu
nagatif yang selama ini berkembang tidak benar.
Keringkasan
dan kepadatan panggunaan bahasa tulis ilmiah tidak hanya ditandai dengan tidak adanya kata-kata yang berlebihan,
tetapi juga ditandai dengan tidak adanya
kalimat atau paragraf yang berlebihan dalam artikel ilmiah. Contoh (3) dan (4) berikut dapat memperjelas keringkasan dan kepadatan bahasa tulis
ilmiah. Hadirnya kalimat yang dicetak miring pada contoh (3) tidak memberi
tambahan makna yang berarti.Dengan
demikian, kalimat itu perlu
dibuang sebagaimana contoh (4).
8. Konsisten
Unsur bahasa dan ejaan dalam
bahasa tulis ilmiah digunakan secara konsisten. Sekali sebuah unsur bahasa,
tanda baca, tanda-tanda lain, dan istilah digunakan sesuai dengan kaidah, itu semua selanjutnya digunakan
secara konsisten. Sebagai contoh, kata tugas untuk digunakan untuk mengantarkan
tujuan dan kata tugas bagi mengantarkan objek (Suparno, 1998). Selain itu,
apabila pada bagian awal uraian telah terdapat singkatan SMP (Sekolah Menengah
Pertama), pada uraian selanjutnya digunakan singkatan SMP tersebut.
Perhatikan contoh kalimat
konsisten berikut ini !
(1) Untuk mengatasi penumpang yang melimpah
menjelang dan usai lebaran, pengusaha angkutan dihimbau mengoperasikan, semua
kendaraan ekstra.
Perlucutan
senjata di wilayah Bosnia itu tidak penting bagimuslim Bosnia. Bagi mereka yang
penting adalah pencabutan embargo persenjataan.
(2) Untuk penumpang yang melimpah menjelang
dan usai lebaran, telah disiapkan kendaraan yang eukup. Pengusaha angkutan
dihimbau mengoperasikan semua kendaraan ekstra. Perlucutan senjata di wilayah
Bosnia itu tidak penting bagi muslim Bosnia. Untuk mereka yang penting adalah
peneabutan embargo persenjataan.
Contoh
(2) tidak konsisten dengan kaidah yang
berlaku. Sementara itu, 9contoh yang konsisten adalah contoh (1).
thankyou postingannya.. sangat membantu :)
ReplyDeletesangat membantu makasih
ReplyDeleteterima kasih banyak
ReplyDeleteTerima kasih banyak!
ReplyDeletemakasih banget penjelasan dan contohnya
ReplyDeleteTrimakasih penjelasan dan contoh sangat membatu🙏
ReplyDeleteNo coment aku
ReplyDeleteterimakasih banyak yaa :)
ReplyDeletethank you
ReplyDelete